jump to navigation

Menjadi SEBAB atau AKIBAT Februari 28, 2012

Posted by Sonny Gunawan in NLP.
add a comment

Setiap kita mempunyai 2(dua) PILIHAN dalam menjalani kehidupan ini, PILIHAN untuk menjadi SEBAB atau AKIBAT. Bila kita memilih untuk menjadi SEBAB, artinya: kita berperan sangat penting dalam menentukan terciptanya apa yang kita inginkan dalam hidup ini, kita berperan sangat penting dalam mewujudkan OUTCOME kita bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang terjadi, baik ataupun buruk. Kita hanya melihat bahwa dunia adalah tempat yang berisikan kesempatan-kesempatan untuk mewujudkan OUTCOME kita, apabila kita belum mendapatkan apa yang kita lakukan, cari cara dan kesempatan lain untuk dapat semakin mendekatkan diri kita kepada OUTCOME yang kita inginkan.

Sebaliknya apabila kita memilih diri kita untuk menjadi AKIBAT, kita cenderung menyalahkan orang lain untuk mood kita yang buruk, perasaan malas, marah, jengkel dan kesal serta tidak tercapainya OUTCOME kita. Sehingga hal ini menyebabkan keberhasilan, kesuksesan, dan pencapaian OUTCOME kita bergantung kepada hal-hal diluar kita, factor eksternal. “Coba seandainya, pacar saya, pasangan saya, orangtua saya, guru saya, bos saya, rekan kerja saya, anak buah saya memahami dan mendukung saya, saya pasti dapat mencapai apa yang menjadi OUTCOME saya!”. Jadi apa artinya, artinya kesuksesan dan keberhasilan pencapaian OUTCOME kita tergantung faktor eksternal, faktor diluar diri kita, pencapaian OUTCOME kita dikendalikan oleh orang lain, apakah kita mau?, apakah enak? Kita menyerahkan diri kita untuk dikendalikan orang lain? Anda menunggu orang lain melakukan sesuatu untuk Anda, tentu sangat membosankan dan tidak menyenangkan. Ini membuat seolah-olah orang lain mempunyai kuasa atas diri Anda, “Ia membuat saya sakit hati?” “Apa yang membuat Anda memilih untuk sakit hati?” Apakah hal itu bermanfaat buat Anda?”

Ambil kendali hidup Anda, dengan hidup Anda, Anda bisa mencapai apa yang Anda inginkan.

Apa yang perlu kita lakukan agar kita mampu mengambil kembali kendali hidup kita sendiri?:

A. Akui dan maafkan masa lalu Anda, Anda memang tidak dapat mengubah apa yang telah terjadi, Anda juga tidak dapat mengubah masa lalu Anda, tetapi Anda dapat memberikan makna berbeda terhadap apa yang telah terjadi, pembelajaran apa yang telah Anda petik dari pengalaman tersebut. Ada pepatah yang mengatakan: “Kalau nasi sudah menjadi bubur kenapa kita tidak menjadikannya bubur ayam yang lezat?”.

Ada sebuah pengalaman pribadi “konyol” yang ingin saya bagikan kepada teman-teman pembaca sekalian, pengalaman ini terjadi ketika pertama kali saya harus ke kota besar Jakarta untuk kuliah, saat pertama berangkat untuk kuliah saya memiliki sebuah keyakinan yang sangat besar dapat melewati kuliah dan pasti berkesempatan mendapatkan beasiswa dengan mudah, saat sekolah di daerah asal saya selalu dapat ranking dan masuk dalam kategori 5  besar, sedangkan di kampus tempat saya kuliah terdapat aturan main akan diberikan beasiswa untuk semester selanjutnya bagi para mahasiswa yang memiliki Indek Prestasi minimal 3,5. Ternyata keyakinan yang besar tersebut membuat saya lengah, dan tidak disiplin dalam kuliah alias ogah-ogahan masuk kelas selalu telat, tugas-tugas dan latihan selalu nyontek sehingga hasil yang saya dapatkan sangat jauh dari harapan, ketika menerima hasil tidak sesuai dengan yang saya harapkan saya lebih senang menyalahkan faktor-faktor diluar diri saya: “Ya maklum saja, saya hanya lulusan dari kota kecil tentu kualitas pendidikan kalah dibandingkan teman-teman yang banyak mendapat fasilitas”, “Habis dosennya parah, nga bisa ngajar, cuma pintar buat dirinya sendiri”, “Dosennya tidak bisa menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif”, “Tempat saya kost berisik, tidak mendukung buat belajar”, “Teman-teman yang lain bisa main, bercanda, dan santai kenapa saya nga bisa?”, “Saya tidak punya fasilitas komputer untuk berlatih” serta banyak alasan-alasan lain yang saya cari-cari untuk membenarkan diri saya, sehingga alasan-alasan tersebut tidak memberdayakan saya dan membuat saya semakin jauh dari OUTCOME yang saya inginkan.

Sampai suatu saat saya sadar bahwa semua alasan tersebut tidak bermanfaat, saya harus menerima dan mengakui “kekalahan” saya. “Saya harus membuktikan, walaupun berasal dari kota kecil saya memiliki mental yang lebih gigih dari mereka yang mendapatkan kemudahan”, “Dosen sepandai mereka seharusnya bisa lebih maksimal dalam mengajar, saya harus mampu mengikuti mata kuliahnya dan mengajarkan kepada teman-teman dengan cara menyenangkan”, “Ibarat sebuah permainan, lebih baik saya “membayar” terlebih dulu, baru menikmati “permainannya” dari pada main, bercanda, dan santai sehingga harus SKS (Sistem Kebut Semalam) menjelang ujian, “Teman-teman yang sibuk bekerja, pasti suka apabila komputernya saya “rawat” (padahal saya gunakan buat berlatih) dengan menginstall aplikasi-aplikasi canggih dan anti virus terkini (licik ya …, tapi sebenarnya ini win-win-win kog)”. Saya harus berdamai dan nyaman dengan diri saya sendiri.

B. Tidak ada kegagalan, yang ada hanya feed back, relakan apa yang menjadi “kegagalan” Anda karena sebenarnya “kegagalan” atau hasil yang belum sesuai dengan yang Anda rencanakan adalah sebuah tahapan yang semakin mendekatkan Anda kepada OUTCOME yang tinggal Anda rengkuh. Dengan merelakan, Anda akan fokus kepada pencapaian OUTCOME dan menjadikan Anda lebih FLEKSIBLE untuk menggunakan strategi-strategi berbeda agar mendapatkan hasil yang berbeda, karena ada beberapa orang yang “giat” dan “aktif” melakukan aktivitas yang sama terus-menerus dengan harapan mendapatkan hasil yang berbeda. Bukan mencari-cari alasan apa penyebab “kegagalan” Anda. Contoh yang paling sering digunakan banyak orang untuk menjelaskan mental ini adalah, mental yang dimiliki oleh Thomas Alfa Edison, penemu lampu pijar. Sembilan ribu sembilan ratus Sembilan puluh sembilan kali dia “gagal” dalam usahanya menemukan lampu pijar tetapi Thomas Alfa Edison tidak menganggap hal tersebut sebagai sebuah kegagalan tetapi justru menganggapnya sebagai sebuah pelajaran ada sebanyak sembilan ribu sembilan ratus Sembilan puluh sembilan cara tidak tepat untuk sebuah lampu pijar. Sampai akhirnya pada percobaan yang ke sepuluh ribu Thomas Alfa Edison membuat sebuah penemuan yang menggemparkan dan diakui dunia.

MIND READING: Kamu Sakit ? Agustus 14, 2009

Posted by Sonny Gunawan in NLP.
10 comments

eduPada suatu kesempatan kami yang terdiri dari: saya sendiri, istri, dan anak tunggal kami yang telah berumur delapan tahun sedang melakukan sebuah perjalanan. Anak kami yang senantiasa ceria dan selalu saja memiliki bahan yang dapat dijadikan sebagai bahan obrolan, hari itu hanya duduk diam di bangku belakang.

Istri yang peka terhadap setiap perubahan yang terjadi, heran kenapa ini anak tidak seperti biasanya maka segera dia bertanya kepada anak kami tersebut:

Istri: ”Kamu Sakit Sayang?”
Anak: ”e … iya sakit, ngantuk dan malas”.
Saya menimpali: ”Mi, kalau bertanya sebaiknya tidak seperti itu”.
Istri: ”Lho memangnya kenapa ada yang salah?”
Saya: ”Tidak, bukan salah melainkan gunakan dan sebaiknya ganti dengan menggunakan kata-kata yang lebih Bermanfaat.”
Istri: ”Maksudnya ?”
Saya: ”Pada saat seorang anak dengan state tertentu, kemudian mendapat pertanyaan: apakah dirinya sakit, maka kecenderungan jawaban yang diberikan adalah ”iya saya sakit” walaupun sebenarnya anak tersebut tidak benar-benar sakit hanya ngantuk atau malas dan kecapean.
Istri: ”Kenapa bisa begitu?”
Saya: ”Pada saat anak-anak menerima pertanyaan semacam itu, secara otomatis pikirannya segera berusaha mencari dalam model dunianya yang masih sempit dan terbatas terhadap pengalaman kata sakit, menelusuri neuron-neuron yang berkaitan dengan kata sakit dalam otaknya dan segera sang anak menjawab bahwa dirinya sakit, karena menurut pengalaman sang anak yang disebut dengan sakit adalah: perasaan lemah, lesu dan tidak bersemangat. Sehingga ujung-ujungnya, anak yang tadinya hanya mengantuk dan kecapaian bisa saja menjadi benar-benar sakit karena fisiologis-nya akan segera menyesuaikan dengan apa yang ada dalam pikiran anak tersebut yang secara tidak langsung, tanpa disadari telah disugestikan oleh orang tuanya sendiri”.
Istri: ”Jadi kata-kata bermanfaat seperti apa yang dapat kita gunakan untuk maksud tersebut?”
Saya: ”Sebaiknya gunakanlah kata-kata yang memang menyatakan apa yang sebenarnya kita inginkan agar terjadi, misalnya dalam konteks obrolan ini kita dapat mengatakan: ”Sayang kamu OK dan baik-baik saja khan?”.
Istri: ”Kalau ternyata dia memang sakit, gimana ?”
Saya: ”Percayalah anak akan merespon dan mengatakan kalau dirinya sakit, karena saat seorang anak ditanya sesuatu yang tidak dia alami dan rasakan saat itu serta tidak menemukan jawaban di level concious maka anak akan mencari jawaban melalui pengalaman yang berada dalam level unconcious.

Intinya adalah bahwa setiap KATA-KATA yang keluar melalui mulut kita harus MEMILIKI MAKNA dan MENGANDUNG TUJUAN terhadap respon yang kita ingin dapatkan dari rekan bicara kita.

NYEBRANG YUK, NGA AH … TAKUT MOTOR … Juli 28, 2009

Posted by Sonny Gunawan in NLP.
add a comment

nlpPagi ini saya sangat bersyukur karena mendapat kesempatan membantu seorang rekan yang mengalami trauma dengan motor saat menyeberang jalan.

Trauma ini sendiri terjadi sekitar 2-3 hari yang lalu saat teman menyeberang jalan didepan kantor, teman menyeberang melalui “zebra cross” tempat yang khusus disediakan bagi para penyeberang jalan, dimana setiap pengemudi kendaraan bijaksana tentu mengetahui untuk mendahulukan penyeberang jalan dan mengurangi kecepatan saat melewati “zebra cross”, intinya teman telah mematuhi prosedur yang benar sebagai seorang penyeberang jalan. Sambil melakukan prosedur menyeberang dan melihat kondisi jalan sampai dirasa aman untuk mulai menyeberang maka mulailah teman menyeberang, ketika sampai ditengah perjalanan menyeberang tersebutlah terjadi peristiwa yang membuatnya sangat ketakutan karena tiba-tiba muncullah motor nan gesit, dengan kecepatan tinggi, malas menginjak rem, dan senang berakrobat terlihat panik, oleng kiri-kanan, beruntung ketakutan yang amat sangat sang teman mampu menyelamatkannya dari terjangan motor plus pengendaranya yang terobsesi Valentine Rossi  karena saking  takutnya dia tidak mampu melakukan sesuatu apapun selain berdiri mematung di tengah jalan sehingga Valentino Rossi gadungan lebih mudah bermanuver.

Teman memang telah melewati dan terhindar dari peristiwa tertabrak motor saat menyeberang tetapi kejadian tersebut karena mengandung content emosi yang ekstrem maka langsung masuk ke pikiran bawah sadar dia sehingga membuatnya terus teringat dengan kejadian tersebut yang membuatnya gemetaran dan keringat dingin setiap kali akan menyeberang kembali di jalan yang sama, padahal setiap hari untuk mencapai kantor teman harus melewati jalan tersebut. Teman merasakan hal ini sangat menggangunya, sehingga semalam dia putuskan untuk menelpon saya dan meminta bantuan untuk menghilangkan rasa takutnya tersebut, saya menyanggupinya dan memintanya agar pagi-pagi dia datang ke rumah supaya kita bisa berangkat kerja bersamaan.

Akhirnya, jadilah pagi ini kami berangkat kerja bersamaan. Ketika melewati tol kebon jeruk yang selalu padat, saya mulai menjalankan aksi membantu teman:

Saya minta teman rileks, santai dan mulai mengingat kembali serta membayangkan (motor yang bergerak dengan kecepatan tinggi, oleng kiri-kanan, pengemudinya yang panik), dan mendengarkan suara-suara yang timbul (suara gesekan roda dengan aspal karena rem mendadak, teriakan orang-orang di sekitar yang ikut kaget), dan merasakan (udara dan suasananya, degupan jantung)   kejadian saat dia menyeberang jalan dan akan terlanggar oleh motor serta membuatnya sangat ketakutan hingga saat ini, saya tanyakan tingkat ketakutannya dari 1-10 berada dimana? Dan dijawab ada di 8, bagus … artinya kita punya angka yang signifikan untuk mengurangi rasa takut bahkan menghilangkannya dengan sangat mudah.

Sekarang imaginasikan bahwa diri Anda SAAT INI, sedang MELIHAT diri Anda sendiri ketika beberapa hari yang lalu (DISASSOCIATE) menyeberang, rasakan bahwa gambaran saat Anda menyeberang tersebut mulai menjauh, memudar, makin lama mekin mengecil dan hanya berupa sebuah titik hitam, suara-suara yang tadinya terdengar jelas mulai meredup dan mengecil bahkan Anda tidak dapat mendengarnya sama sekali.

Sudah? … Dia mengangguk, kemudian saya katakan saya ambil titik hitam kecil tersebut dan membuat gerakan mengambil sesuatu di depan wajahnya serta mengatakan titik hitam kecil sudah berada di telapak tangan saya sebelah kanan, karena saya lihat wajahnya mulai terlihat tenang saya ANCHOR dengan menyentuh pahanya.

BREAK STATE: Tadi pagi bangun jam berapa? Sudah sarapan belum, kalau belum nanti bareng ya …

Selanjutnya, saya minta teman untuk meng-imajinasikan dan merasakan bahwa dia sebelumnya dapat menyeberang di tempat yang sama dengan sangat mudah, nyaman dan santai. Sekarang perbesar gambarannya dan tingkatkan rasa mudah dan gampang tersebut, saya lihat perubahan wajahnya yang semakin tenang, santai dan nyaman. Sayakan katakan: Bagus, terus perbesar gambarannya sehingga menjadi sehidup mungkin, tambahkan warna-warnanya dan buatlah gambaran yang ada terus bergerak-gerak; perbesar perasaan mudah, aman, tenang, dan nyaman sambil menyentuh pundaknya dan membuat ”SLIDING ANCHOR”.

Saya membuat gerakan mengambil sesuatu di depan wajahnya dengan tangan kiri dan mengatakan: Gambaran Anda menyeberang dengan mudah, tenang, aman, dan nyaman yang sangat besar sekarang ada ditangan kiri saya.

BREAK STATE: Jadi nanti sarapan dimana, mie ayam TIKI samping kantor sepertinya menggiurkan tuh …

Tangan kanan saya memegang apa? Titik hitam, keraguan perasaan taku menyeberang.

Tangan kiri saya? Gambaran dan perasaan besar saat menyeberang dengan aman, tenang dan mudah.

Bagus …, sekarang tangan kiri saya menimpa tangan kanan saya, apa yang terlihat? Hanya gambaran besar keyakinan: menyeberang itu aman, gampang dan sangat mudah.

Sekarang perhatikan tangan kanan saya yang telah berisi GAMBARAN dan PERASAAN yang SANGAT BESAR: MENYEBERANG itu AMAN, GAMPANG, dan SANGAT MUDAH bergerak dengan SANGAT-SANGAT CEPAT menuju Anda bergerak dengan kecepatan LUAR BIASA, masuk kepala Anda (sambil mengerakkan tangan kanan secara cepat ke wajah teman), saya melakukannya sebanyak 3 kali.

Saya: Gimana perasaannya sekarang?

Teman: Jauh lebih nyaman, dan ingin segera menyeberang.

Saya: Masa sih?, Yakin? (Menggoda mode)

Teman: Beneran …

Saya: Sabar ya …, sebentar lagi kamu memang harus turun dan melanjutkan perjalanan dengan menyeberang di tempat yang aman.

Teman akhirnya turun dekat ”zebra cross”  tempat yang memang harus dia lewati agar sampai kantornya, sambil mengucapkan terima kasih dan berjanji akan mentraktir mie ayam TIKI he … he.

Sebelum turun saya sentuh pundak kanannya dan mengatakan: MENYEBERANG itu SANGAT MUDAH, PASTInya SANGAT AMAN.

Segera setelah saya sampai kantor, saya telpon teman menanyakan hasilnya: di seberang terdengar jawaban teman yang sangat gembira dan bertanya … kog bisa ya …

Sebuah awal yang sangat baik untuk menyelesaikan hari ini dengan sangat mudah dan menyenangkan.

Apa itu NLP Juni 18, 2008

Posted by Sonny Gunawan in NLP.
add a comment

Seorang klien datang kepada saya untuk dibantu ‘melupakan si ‘dia”. Katanya sudah lebih dari 6 bulan sejak dia dan pasangannya putus.  Dia ingin secepat mungkin bisa melupakan mantan pacarnya tersebut, tapi setelah 6 bulan berlalu dia masih saja tidak bisa melupakannya.

 

Pada sesi pertama saya mengenalkan kepadanya konsep NLP dan Hypnotherapy.  Setelah menggunakan teknik Parts Integration untuk menggali bagian bawah sadarnya yang mempertahankan image mantannya, saya pun menawarkan sebuah teknik sederhana kepadanya, dengan penggantian ‘bahasa’ yang dipakainya.  Karena saya bisa saja tergoda untuk mencari jalan lebih cepat dengan Time Line atau teknik Phobia Cure untuk menghapus beberapa bagian memorynya. 

 

Saya minta dia untuk ‘menerima’ keberadaan mantannya tersebut di pikirannya dan mengakui bahwa sekarang ini dia hanyalah teman seperti temannya yang lain.  Jadi kalau selama ini kata-kata dalam pikirannya adalah ‘melupakan dia’, sekarang diganti ‘dia hanyalah teman biasa’.  Pada reaksi pertama dia merasa bahwa itu sebuah solusi yang tidak akan membantunya.   Setelah saya yakinkan dengan beberapa ‘success story’, dia pun mau melakukannya. 

 

Seminggu kemudian, dia menelepon saya untuk mengatakan bahwa dia ‘sudah menerima’ keadaannya dan image mantannya sudah tidak menjadi momok bagi dia lagi, dan saat dia bertanya apakah dia perlu sesi kedua, saya hanya berkata bahwa saat dia sudah bisa menerima bentuk hubungan baru dengan mantannya, niat awalnya yang saya gali dari proses hypnosis, yakni untuk meneruskan hidupnya setelah hubungannya terputus, sudah tercapai.  Jadi sesi kedua tidak perlu.  Dia sudah berhasil.

 

NLP, yang diinisiasikan oleh Richard Bandler dan John Grinder di pertengahan dekade 1970-an di Amerika, dan dikembangkan lebih lanjut oleh figur seperti Robert Dilts, Steve Andreas, Joseph O Connor, dan lain-lain, saat ini mulai mendapat perhatian di negeri tercinta kita ini.  Dibawa awalnya oleh figur seperti Wiwoho atau Agus Sunaryo, dan praktisi lainnya, NLP sekarang menjadi salah satu tools yang sering dipergunakan dalam hubungan dengan pengembangan SDM dan pribadi.

 

Kendati sudah banyak orang coba untuk memahami NLP dengan mengikuti berbagai program NLP yang ada, tidak sedikit yang malah kebingungan. Hal ini disebabkan karena yang dipelajari adalah beberapa aplikasi NLP yang tidak mengenalkan mereka pada dasar-dasar konsep NLP, yang membangun aplikasi tersebut.  Tidak sedikit yang berpikir NLP itu hanyalah sebuah tools terapi.  Atau ada juga yang berpikir NLP sebuah tools training.

 

Cerita Sederhana Mengenai Pengertian NLP

 

Dalam buku ‘NLP Workbook‘, Joseph O Connor menggambarkan pemahaman NLP paling sederhana dengan sebuah cerita mengenai seorang anak yang bertanya kepada ibunya mengenai NLP.  Cerita ini saya ‘modifikasi’ dengan versi Indonesia agar Anda lebih mudah memahaminya. Anak ini bertanya kepada Ibunya “Mama, NLP itu apa sih?” Mamanya berpikir sejenak lalu berkata, “Kamu lihat kakek kamu lagi duduk di kursi goyangnya? Dia lagi sakit sekujur tubuhnya. Coba tanyakan bagaimana sakitnya” Anak ini pun segera berlari ke kakek dan menanyakan yang seperti yang diarahkan ibunya.  Dengan wajah penuh kesakitan, kakeknya menjelaskan, “Waduh, semua otot kakek sakit. Dari kaki sampai atas.  Semuanya sakit!” Anak ini segera berlari kembali ke mamanya dan melaporkan kondisi menyedihkan kakeknya, lalu menagih janji penjelasan mengenai NLP.  Mamanya tersenyum kemudian berkata, “Kakek kamu itu seorang pejuang perang yang tangguh. Pasukannya dulu pernah mengalahkan sebuah pasukan Belanda dalam sebuah pertempuran. Sekarang, coba kamu ke sana dan tanyakan ceritanya!”  Anak itu berlari ke kakeknya dan menanyakan mengenai pengalaman kakeknya tersebut. Sekonyong-konyong air muka kakeknya berubah, dan dengan bersemangat dia menjelaskan “Oh, itu luar biasa, cucuku. Mari kakek ceritakan, waktu itu …….dst…” Kakeknya menceritakan dengan sangat antusias. Anak ini kembali ke mamanya untuk menceritakan kondisi fisiologi kakeknya yang berubah total!  Mamanya lalu berkata, “Nah, anakku, itulah NLP.  Dengan kata-kata atau pertanyaan yang tepat, kamu telah menolong kakek kamu melihat dan merasa lebih baik”

 

Itu sebuah penuturan dan gambaran NLP yang paling sederhana, tapi juga sangat efektif. Faktor ‘Linguistic’ dalam NLP memainkan peranan yang luar biasa penting. Dengan pikiran kita dipenuhi kata-kata dan gambar, yang kita serap, olah, lalu lepaskan, NLP menawarkan berbagai aplikasi untuk membantu efektifitas dari setiap proses tersebut.  Kita lebih efektif dalam menerima input dari luar, lebih luas dalam mengartikannya, lalu lebih efektif dalam menterjemahkannya ke dalam komunikasi dan interaksi dengan diri sendiri dan orang lain. Jadi bisa dipakai dalam berbagai konteks, entah komunikasi sehari-hari, training, terapi, kepercayaan diri, dan lain-lain. Meletakkannya dalam perspektif lain, kita bisa lebih efektif dengan berpikiran lebih luas, memilih kata-kata dan gambar-gambar di pikiran kita yang lebih membantu kita untuk mencapai tujuan. 

 

Bukan Benar atau Salah, Tapi yang Berguna

 

Salah satu hal yang membuat saya melepaskan berbagai tools lain dan lebih memilih NLP adalah bahwa di NLP tidak dipertetangkan mengenai kebenaran dan kesalahan.  NLP tidak fokus pada bingkai masalah, tapi pada bingkai solusi.  NLP fokus bukan pada kebenaran sebuah konsep, teori, atau belief, tapi pada kegunaannya. Hanya dengan prinsip sederhana ini, hidup saya jauh lebih efektif. Saya lebih memikirkan bagaimana sesuatu itu berguna untuk membantu saya mencapai tujuan hidup saya, bukan menghabiskan waktu mempertanyakan kebenarannya.  Saya tidak lagi menghabiskan waktu banyak untuk meributkan hal-hal dengan orang lain, dan fokus pada solusi setiap masalah, yangmana fokus pada kegunaan dari berbagai hal yang muncul dalam komunikasi. 

 

Ada yang pernah bertanya kepada saya, bahwa kalau kita hanya fokus pada kegunaan, kita akan takabur karena dalam mencapai tujuan kita tidak lagi peduli pada kebenaran? Waktu itu saya menjawabnya juga dengan sederhana, bahwa apabila kita ingin mencapai sebuah tujuan, di NLP dikenal juga unsur ekologi. Guru saya, Steve Boyley dari Kanada, menggambarkan ini dengan sebuah konsep yang saya sukai, yakni WIN, WIN, WIN.  Yakni dalam pencapaian tujuan, fokuskan tidak hanya kemenangan kita dan kemenangan orang yang terpengaruh secara langsung, tapi juga kemenangan banyak orang lain yang tidak terlibat langsung.

 

Outcome, Bukan Masalah

 

NLP sangat menekankan pada outcome atau hasil yang ingin dicapai.  Ini yang menurut Bandler membedakan NLP dengan psikologi terapan konvensional. NLP tidak menghabiskan waktu untuk menggali masalah, latar belakang, penyebab, kenapa, dan lain-lain.  Kalau harus melihat ke belakang untuk menyelesaikan masalah, NLP hanya tertarik melihat ‘bagaimana’ masalah ini terjadi, yangmana fokus pada struktur masalahnya untuk bisa diintervensi.

 

Pada saat kita ingin fokus pada outcome, kita fokus pada semua sumber daya yang mungkin untuk membantu kita untuk menuju outcome.  Dan pada akhirnya, dalam menuju outcome, NLP juga menganjurkan tingginya fleksibilitas kita, dan memperluas pilihan-pilihan kita.

 

Peta Perilaku

 

NLP percaya bahwa kita semua mempunyai PETA atau MODEL DUNIA yang berbeda.  Tidak ada yang sama persis.  Peta Pikiran atau Model Dunia ini tidak sama dengan REALITA.  Karena itu di NLP dipercayai bahwa kita tidak bertindak dan berpikir berdasarkan realita, tetapi hanya berdasarkan pada persepsi kita pada realita.

 

Peta atau Model Dunia kita tergantung dari berbagai hal seperti proses filter di pikiran kita. Dimulai dari deletion, distortion, dan generalization, dimana informasi diseleksi sesuai fokus kita, diartikan, dan digeneralisasi. Setelah itu di-filter lagi berdasarkan values kita, beliefs kita, memori kita, strategi kita, dan Meta Program (preferensi perilaku kita – yang oleh banyak orang dipersepsikan sebagai konsep kepribadian).  Proses ini yang kemudian menghasilkan Peta Pikiran atau Model Dunia kita secara unik.

 

Dari proses di atas, semua orang berhak merasa dirinya benar menurut Peta Pikirannya. Hal ini dimungkinkan karena semua orang hidup dalam Model Dunia masing-masing.

 

Presuposisi

 

Di NLP dikenal apa yang disebut sebagai Presupposition.  Pengertian sederhana mengenai ini adalah prinsip atau belief.  Ini menyangkut kerangka berpikir dan berperilaku.  Sesuatu yang kita pergunakan sebagai dasar dari pikiran dan tindakan.

 

Dari tahun ke tahun, banyak presuposisi yang dikembangkan. Yang paling terkenal di NLP misalnya, ‘The Map is not the territory’ yang berarti bahwa yang kita lihat, dengar, dan rasakan, tidak mewakili keadaan atau realita.  ‘There is no failure, only feedback’ misalnya, menekankan pada fleksibilitas sikap untuk menerima apa yang biasanya dianggap sebagai kegagalan, hanya sebagai masukan agar kita mengganti pendekatan kita di kemudian hari.

 

Tools NLP

 

NLP mempunyai berbagai tools yang berguna. Semuanya bertujuan untuk membantu efektifitas kita. Eye accessing cue, misalnya adalah tool untuk membantu kita mengakses informasi di pikiran secara lebih cepat, dan juga alat bantu mengenali pola pikir partner bicara.

 

Selama bertahun-tahun, berbagai tools NLP telah dikembangkan. Ada ‘Parts Integration’, ‘Fast Phobia Cure’, ‘Anchor’, ‘Perceptual Position’, dan lain-lain.  Semuanya bertujuan membantu efektifitas pikiran dan perilaku kita.

 

NLP dan Hypnotherapy

 

Pada saat NLP diciptakan, Bandler dan Grinder banyak memodel tiga orang tokoh di bidang ‘perubahan pikiran’ melalui hypnosis, yakni Milton Erickson, Virginia Satir dan Fritz Perls.  Warna linguistik hypnosis dalam NLP memang kental di beberapa tools NLP, karena pengaruh ini.  Milton Model, misalnya, yang menyediakan pilihan penggunaan pola linguistik yang dipakai oleh Erickson.

 

Walau awalnya diciptakan dengan memodel hypnosis, kini hypnosis justru jauh lebih efektif apabila dilengkapi dengan tools NLP.  Keduanya sekarang menjadi kesatuan yang harmonis.

 

NLP dan Berbagai Perkembangan NLP

 

Setelah ‘bercerai’ dari kemitraan, Bandler dan Grinder mengembangkan NLP dengan peta masing-masing. Berbagai pakar NLP juga kemudian mengembangkan NLP dan menyediakan pilihan-pilihan lebih luas.

 

Bandler, misalnya, muncul dengan Design Human Engineer (DHE), Grinder dengan New Code, Michael Hall dengan Neuro-Semantics, lalu ada juga yang mengembangkan lebih jauh sampai mengkombinasikannya dengan Time Line Therapy (Tad James), dan lain-lain. Pada saat ditanya mengenai perbedaan yang signifikan antara semuanya, saya mengaku tidak bisa menjawab dengan sempurna, karena peta saya fokus pada NLP Classic yang saya dalami.  Dan saya juga mengatakan bahwa bagi saya tidak penting untuk melihat yang mana yang paling benar, tapi yang mana yang saya anggap berguna untuk saya untuk mencapai tujuan saya.

 

Sumber: Higdranata Nikolay

Menolong Anak Membangun Integritas Juni 17, 2008

Posted by Sonny Gunawan in Pendidikan.
add a comment

ChildSelama bertahun-tahun orang tua saya telah berusaha mengajarkan saya bagaimana menjadi seorang yang berintegritas. Integritas, bagaimanapun, bukanlah suatu nilai yang mudah untuk dilewatkan begitu saja. Itu sesuatu yang harus tumbuh dalam diri kita. Kala saya seorang remaja, saya hanya menganggap bahwa satu hari saya bangun dan mendadak saya menjadi seorang yang memiliki integritas. Hal itu seperti memutuskan untuk mengikuti lomba lari marathon. Meski dengan hasrat dan sikap mental yang benar, namun tanpa melalui latihan harian, saya akan tumbang dalam beberapa mil. Seperti itulah, integritas tidak dibangun semata-mata dari sekedar hasrat. Integritas terbangun dari latihan harian dengan melakukan hal-hal secara benar.
 
Sebagai orang tua anak yangmasih remaja, tolonglah mereka memahami bahwa integritas adalah suatu proses dan bukan memperbaiki sesuatu dengan cepat. Proses pembangunan integritas dimulai dengan menolong remaja memahami tiga langkah penting.
 
Langkah Pertama : Menggambarkan Garis Batas
 
Selama permainan sepak bola, pernahkah anda memperhatikan bagian lapangan mana yang paling mengalami kerusakan? Itu biasanya di bagian tengah karena semakin dekat pemain ke bagian pinggiran, semakin sering dia berlari keluar dari batas lapangan. Seperti team lawan dalam permainan sepakbola, setan mencoba membuat kita keluar dari jalur yang benar. Semakin dekat kita ke garis batas di tepi lapangan, semakin dekat dia untuk mempengaruhi kehidupan kita. Sebagai orang tua, kita perlu mengajarkan anak remaja bagaimana menjaga langkah agar tidak keluar garis batas. Kuncinya ialah mengajarkan mereka untuk menciptakan satu garis baru, misalnya : sepuluh meter jauhnya dari garis asli. Dengan kata lain : mereka perlu meninggalkan ruang terciptanya kesalahan. Kala setiap orang membuat kesalahan, memiliki ruang sebelum anda melangkah keluar jalur dapat menjadi satu perbedaan antara kehilangan hanya beberapa meter dan kekalahan total dalam permainan.
 
Langkah Kedua : Menjadi Waspada Dengan Pilihan Kita
 
Sebagai tambahan dari adanya pengaruh setan, kekuatan lain yang merusak integritas adalah apa yang disebut rasionalisasi. Sekarang ini test kejujuran kelihatan seperti kalimat : ”Semua perbuatan bisa diterima selama kamu tidak tertangkap basah” atau ”Hal itu tidak terlalu buruk, semua orang melakukannya kok”. Sebagai orang tua, kita perlu mengajarkan anak-anak kita untuk menghentikan bertanya tentang apa yang salah dengan suatu pilihan. Malahan, kita perlu mengajarkan mereka untuk bertanya tentang apa yang benar dengan pilihan mereka. Jika kita dapat menolong para remaja untuk mempertimbangkan apakah tindakan mereka membuat mereka lebih dekat atau lebih jauh dari integritas, maka pertempuran yang sesungguhnya akan dimenangkan.
 
Sekitar enam bulan yang lalu, setiap hari saya membaca sebuah sajak kecil diatas komputer saya. Sajak ini menjadi kunci membangun integritas dalam kehidupan saya. Bunyinya :
 
Pilihan kita buat setiap hari
Mendiktekan kehidupan yang kita jalani
Untuk memiliki diri yang benar
 
Secara mendasar, ini adalah pesan yang sama yang Lukas katakan dalam kitab suci : “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. (Lukas 16:10a). Kala masih remaja saya tidak mengerti pentingnya ayat ini. Sejak itu, dibutuhkan banyak rasa sakit dan kerendahan hati untuk menyadari bahwa bagaimana kita menangani hal-hal kecil mendiktekan bagaimana saya bereaksi terhadap masalah-masalah yang lebih besar. Kini saya mengerti bahwa semua kebohongan “putih” yang saya katakan, menetapkan bunyi hidup saya. Oleh karena itu, semenjak saya tidak dilindungi oleh kebenaran, saya sesungguhnya sedang menjaga diri dari adanya pertumbuhan integritas. Saya sekarang memulai setiap hari dengan memikirkan pilihan yang saya bisa buat dan bagaimana pilihan itu bisa mendiktekan hidup saya. Bagi saya ”Untuk memiliki diri yang benar” makna sederhananya adalah apa yang Tuhan inginkan bagi hidup saya dan menjadi benar sesuatu kehendakNya
 
Langkah Ketiga : Akuntabilitas
 
Kunci untuk mengelola integritas ialah melalui akuntabilitas. Akuntabilitas secara sederhana dijelaskan sebagai : bertanggung jawab terhadap orang lain untuk komitmen yang telah anda buat. Jika anak remaja anda berhasrat terhadap integritas, doronglah mereka untuk untuk meminta orang yang lebih tua, pelayan remaja, guru atau pelatih mereka memberikan pelajaran akuntabilitas. Kandungan pentingnya ialah memiliki seseorang untuk memberikan pertanyaan sulit. Sebagai contoh : “Apakah kamu kompromikan standar moral pada kencan kamu semalam?”, atau “Pernahkah kamu tidak jujur atau berbohong sepanjang minggu ini?”. Secara ideal, pertanyaan ini mendorong kita untuk secara hati-hati dan penuh doa mempertimbangkan pilihan kita karena kita tahu bahwa seseorang akan mengeceknya dari hidup kita.
 
Sebagai orang tua, mulailah berdoa untuk orang yang tepat yang dapat memberikan akuntabilitas bagi remaja anda. Lebih dari itu, doronglah anak remaja anda untuk menuliskan satu garis batas dan kemudian berdiri sepuluh meter dari garis batas itu. Tolong mereka untuk melihat bagaimana pilihan mereka akan mendiktekan kehidupan yang mereka jalani. Integritas akan terbangun kedalam hati mereka yang mengerti mengapa perlindungan terhadap hal-hal kecil dapat memimpin mereka terhadap apa yang George Washington paling inginkan – karakter dari seorang manusia yang jujur. 
 
Sumber: DR. Gary Smalley – CBN